Senin

Sekantong Lilin (cerita pendek)


Sekantong Lilin
Original created by Noona Luna (kucingselam) 

 Untuk kesekian kalinya aku kerasan ada di kelas karena sibuk memandangi sesosok pangeran yang rajin. Dia begitu memukau bagi hampir semua orang yang mengenalnya. Tiap ketemu aku selalu tak lupa menyapa, tentu saja aku memang bukan tipe cewek jaim.
 Namanya Arian, sejak mengenalnya aku memang memiliki perhatian khusus terhadap sosoknya. Namun sepertinya dia sudah menganggapku seperti saudara perempuannya sendiri. ok, sometimes kisah cinta harus dimulai dengan sebuah hal aneh, dan entah kerasukan apa.. di sebuah acara yang sedang digelar oleh angkatanku tiba-tiba aku marah-marah pada Aria hanya karena hal sepele, dia salah menempatkan sebuah meja. Dih..enggak banget kan?! Pokoknya itu pasti bikin dia dongkol. Acara ini berlangsung dua hari dan tentunya semua panitia berikut peserta ikut nginep semua. Ketika malam datang dan panitia sibuk menyiapkan ini itu untuk keperluan acara jurit malam, aku inisiatif ngebantuin Arian yang keliatan sibuk. Yaa.. salah satu bentuk permintaan maaf gitu, soalnya tugasku cuma untuk menyiapkan acara siang hingga sore aja. 
"Nyari apa?" tanyaku tiba-tiba ketika melihat Arian kebingungan seperti mencari-cari sesuatu di kotak bertuliskan 'logistik'.
"Lilin.. kok gak ada ya?"
"Hmm.. kayaknya emang gak ada yang beli lilin. kali.." jawabku sambil ikut membantu.
"Kamu..." ucap Arian kaget melihatku ada di sampingnya.
"Iya aku.. maaf soal tadi siang ya.." pintaku dan Arian hanya terdiam menatapku sebentar kemudian bertanya kepada anak logistik mengenai keberadaan lilin, dan benar saja tidak ada yang membeli lilin. "Jadi sekarang mau beli lilin?" tanyaku.
"Iya." jawabnya singkat.
"Oke, mungkin ntar bisa aku bantu bawain. Jadi aku ikut sama kamu ya?"
"Gak usah di bantuin juga bisa kok." jawabnya.
"Ya udah kalo gitu, aku mau ikut jalan-jalan ke bawahnya aja.. engga bantuin juga engga apa-apa.. aku malah seneng kali.. hehehehe..." aku nyerocos sambil naik ke boncengan sepeda motornya.
"Jirrr.. sarap! Sana bantuin yang laen aja, kan pada sibuk tuh.." sahutnya ketika menyadari aku sudah naik.
"Kan aku dateng ke acara ini tuh kamu yang minta.. tadinya malah ga akan bantu-bantu kan? Kamu yang bilang, padahal aku udah nolak buat dateng. Mending juga santai di rumah atau main game." Aku memprotes.
"Ya udah.. pegangan, aku mau ngebut nih!" katanya seraya memutar kendali gas di tangan kanannya.
 Kemudian kami berboncengan mencari toko maupun warung yang masih buka. Maklum cukup sulit mencari warung grosir yang masih berjualan pada jam sepuluh malam di daerah ini. Pencarian lilin ini lebih mirip jalan-jalan karena sejak tadi sepeda motor yang kami tumpangi tidak kunjung berhenti dan ini sangat menyenangkan. Yang membuat menyenangkan tentu saja karena bersama Arian. Tentu tidak ada yang salah, aku dan Arian sama-sama tidak punya pasangan alias jomblo. Ingin rasanya bilang pada Arian kalau aku suka banget sama dia. Dia tuh tipe cowok idaman... ok, gak ganteng-ganteng amat tapi..begitulah. Hal yang membuat aku bertambah ciut untuk menyampaikan perasaanku padanya adalah karena aku sangatlah bukan tipe ceweknya!
Akhirnya motor menepi, Arian segera turun dan membeli sekantong penuh berisi lilin yang kemudian dia gantungkan di gantungan yang berada di bawah lubang kunci kontak.
"Udah cuma segitu aja?" aku melongok ke arah depan melewati bahunya.
"Ho-oh."
"Wah, parah! Kayak mau ngepet! Aku sih bagian jaga aja ya? Hehehehehe.." seketika tertawa ngakak ditengah sunyinya jalanan malam yang gelap. "Udah cepet balik ke anak-anak yuk!" ajakku menyela gelak tawanya yang masih tersisa. Beberapa detik kemudian kami sudah melaju, menembus dinginnya malam yang berkabut.
 Lima menit perjalanan menuju camp terasa lama. Mungkin karena udaranya yang semakin dingin kian menusuk tulang-tulangku.
"Gak akan ada yang marah kan?" kataku seraya melingkarkan kedua tanganku di pinggang Arian, memeluknya. Namun Arian hanya terdiam. "Keberatan ya? Pasti gak suka dan risih? Gak boleh? Tapi bener deh dingin banget! Tanganku nyaris beku nih.." lalu aku bersandar di punggung Arian tanpa memperdulikan responnya.
"Sa, kita enggak pernah tahu apa atau siapa yang lagi nunggu kita." Tiba-tiba Arian ngomong. Aku tak mengerti apa yang baru saja Arian ucapkan, kemudian akupun tersadar bahwa laju motor tengah melambat padahal baru setengah perjalanan. Lalu motorpun berhenti, Arian turun dan sontak aku mengikutinya turun, kemudian dia berbalik tiba-tiba dan menatapku.
"I love you, tapi aku gak bisa." tatapan mata Arian akhirnya bertabrakan dengan tatapanku.
"Hah?" aku masih agak dongo, enggak ngeh maksud dari omongan Arian barusan. Dan belum juga otakku yang beku mencair, aku telah berada di dalam dekapannya. Tanpa berpikir, refleks aku balas memeluknya. Beberapa detik kemudian kudorong Arian ke belakang. Dia segera melepas pelukannya, masih menatapku dan begitupun diriku. "Aku gak ngerti maksud omongan kamu barusan. Kenapa engga bisa?" aku melanjutkan.
"Ya udah.. enggak apa-apa. Lagian aku cuma harus nganter kamu balik ke camp, kan? Kayak yang kamu bilang tadi, kita mesti cepet-cepet balik, kan?" dia malah membuat semua ini semakin menggantung dan ini mengempiskan segala rasa yang baru saja sempat membuncah.
"Kamu bikin aku sedih." tiba-tiba aku menyahut sambil tertunduk.
"Kok?" dia nampak bingung.
Aku kembali menatapnya, lalu maju ke arahnya, kemudian kudaratkan kecupan tepat di bibirnya yang nyaris membeku. Aku segera mundur kembali menatapnya lagi namun tak tersenyum sama sekali.
"Jadi, apapun yang menunggu aku disana, dimanapun.. dan dengan siapapun aku nanti.. saat ini aku sayang banget sama kamu, Arian! Meskipun kamu mematahkan semua perasaan ini sekarang juga hingga harus kita anggap gak pernah ada perasaan kamu buat aku maupun sebaliknya." aku tak sadar apa yang aku ucapkan bahkan beberapa detik kemudian aku nyaris tak mengingat apa yang sudah aku katakan.
"Maksud kamu, apa Sasa?"
Aku tersenyum. "Gantian kamu sekarang yang otaknya beku gara-gara nih malem dingin banget. Dasar dongo!" kemudian aku menariknya ke arah motor yang ternyata terparkir cukup jauh lalu melemparkan kunci motornya pada Arian, dengan cekatan dia menangkap walau mukanya masih diselimuti kebingungan yang sama seperti yang aku rasakan.
 Menit selanjutnya kami pun telah melaju menyelesaikan separuh perjalanan yang tersisa menuju camp tanpa kata dan bahasa tubuh yang berbeda dengan saat kami meninggalkan camp tadi. Aku hanya berharap suatu hari nanti mungkin kami berjodoh.
-selesai-

Original created by Noona Luna (kucingselam)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.