Rabu

Rintik Banyu (cerita bersambung: Kamu Selalu Kutunggu - part1)

Kamu Selalu Kutunggu
Original created by Noona Luna (kucingselam) 
 
 “Rin, tunggu bentar!”
Seketika aku menoleh dan berbalik. Sesosok yang begitu aku tunggu untuk sekali saja memanggil namaku kini memanggilku. Seperti mimpi rasanya, karena sudah lama sekali dia tak pernah mengucapkan sepatah katapun padaku. Oh.. pujaanku!
“Iya?” tanyaku bersemu dan sesekali tertunduk malu.
Pilar-pilar koridor sekolah itu kini menjadi saksi perdamaian kami setelah perang dingin berkepanjangan tanpa sebab.
“Ini, teks lagu kamu. Ketinggalan di meja.”
 “Oh.. i..iya..mmm kok tahu itu punyaku?” tanyaku gugup.
“Ada paraf kamunya.”
“Ohh..iiiyaaa... lupa..!” aku tersenyum dan tertunduk, kemudian aku raih kertas ditangannya yang dia julurkan padaku. “Hmm.. makasih..” lanjutku sambil memandangi kertas di tanganku.
“Sama-sama. Oiya, mau pulang bareng gak?”
“Ehh.. apa?” tanyaku takjub tak percaya dengan apa yang ku dengar. Aku mendongak, maka terlihatlah senyum yang begitu indah mengembang di mukanya.
“Iya, aku lihat tadi pagi kamu dianterin, jadi pasti gak bawa kendaraankan?”
“Yap.. hmm boleh.” Jawabku sambil tertunduk malu. Ooh, tak biasanya aku bertindak seperti ini seperti anak kecil yang baru mengenal getaran cinta saja!
Kemudian beberapa detik kemudian aku tengah berjalan di sampingnya menuju ke tempat parkir.
“Ayo, naik.” Katanya setelah motornya berada tepat di hadapanku.
Aku tersenyum, tak mampu berkata sepatahpun. Aku hanya dapat melakukan apa yang dia katakan.
Selama perjalanan aku hanya terdiam, menikmati setiap detik yang aku lalui sekarang. Sesekali senyum mengembang di wajahku, menyadari kenyataan bahwa aku kini tengah melingkarkan kedua lenganku di pinggangnya. Hal yang memimpikannyapun aku tak berani.
“Rin, rumah kamu tuh belok kemana?” tanyanya memecah keheningan yang tengah aku nikmati.
“Oh, iya.. di depan itu ambil jalan yang ke kiri.” Jawabku cepat-cepat, dan aku baru tersadar, rumahku sudah begitu dekat. Kekecewaan aku rasakan, kecewa karena kenyataannya bahwa rumahku begitu dekat dengan sekolah. Tapi aku tetap bersyukur dengan waktu yang sempit ini, dimana aku bisa bersamanya, begitu dekat, dekat sekali bagiku karena belum pernah sedekat ini sebelumnya. “Nah di belok kanan.” Kataku tiba-tiba.
Dia membelokkan motornya ke kompleks rumahku.
“Nah, stooop.. ini rumahku.” Kataku sambil melepaskan rangkulanku.
Kini motornya telah berenti tepat di depan gerbang rumahku. aku turun dari motornya.
“Ayo, mampir dulu.” Ajakku sambil menggerser gerbang hingga terbuka.
“Ok.” Jawabnya tersenyum seakan mengerti maksudku, ia memasukkan motornya ke dalam dan memarkirnya disana.
Aku memencet bel rumah, tak lama kemudian pintu rumahku terbuka.
“Mama.. assalamualaikum.” Kataku.
“Waalaikum salam. Teh, pulang sama siapa?” tanya mama sambil melongok ke belakangku tempat Bintang berdiri dan tersenyum seraya memberi salam pada mama.
“Ini, Ma. Temen teteh, namanya Bintang.”
“Ya udah ajakin masuk donk. Ayo, Bintang masuk.” Ajak mama.
Aku masuk ke dalam rumah diikuti Bintang yang berjalan di belakangku. Kemudian aku persilahkan Bintang duduk di ruang tamu.
“Bintang, mau minum apa?” tanyaku sambil tersenyum.
“Enggak usah repot-repot kali, Rin.”
“Enggak repot kok. Jadinya mau minum apa?”
“Terserah.”
“Sari jeruk?”
“Boleh.”
“Ya udah, aku bikinin dulu iya. Maaf aku tinggal bentar.”
“Ok.” Jawabnya singkat.
Kemudian aku menuju dapur dengan melewati ruang keluarga, aku mengerling mama yang sedang menonton televisi, tersenyum padanya ketika mama menengok ke arahku, lalu menuju dapur untuk menyiapkan minuman.
Beberapa menit kemudian, aku yang telah mengganti baju seragamku dengan baju santai membawa minuman sari jeruk lengkap dengan makanan kecil ke ruang tamu dimana Bintang berada dan tengah menungguku.
“Bintang, maaf lama ya?”
“Eh, udah ganti baju. Gak apa-apa kok. Rin.” Jawab Bintang sambil kembali mengembangkan senyumnya yang jarang aku lihat bila berada di sekolah.
“Silahkan diminum.”
“Iya, makasih.” Jawabnya, kemudian dia mengambil gelas yang tertata di meja dan mulai mereguknya, hingga sari-sari jeruk itu membasahi kerongkongannya.
“Makanan kecilnya juga dicoba.” Katanya.
“Oh, tentu aja, silahkan.” Jawabku tersenyum.
Aku memandangnya, memperhatikan setiap gerak-geriknya yang semua itu begitu menarik bagiku. Dan terlalu berharga untuk dilewatkan.
“Bintang, udah makan siang belom? Kalo belum kita makan dulu yuk?”
“Kamu belum makan, Rin?”
“Aku kan tiap hari juga bawa bekal, jadi pasti udah makan.”
“Aku juga udah kok.” Ujarnya.
Keheningan meliputi kami berdua. Aku kini tengah memandangi gelas dengan isinya yang tinggal setengah di atas meja. Banyak hal yang ingin aku tanyakan, tentangnya dan apapun yang berhubungan dengan dirinya. Tapi tak satupun terucap dari bibirku. Bukan karena aku takut, tapi aku tahu waktunya tak tepat, aku takut kami kembali jauh seperti kemarin.
“Rin..” panggilnya memecah keheningan.
“Iya.” Dan pandanganku kini beralih padanya.
“Kamu hari sabtu ada acara gak?”
“Ada, tapi Cuma dari jam 3 sampai jam 5 sore aja. Selain daripada jam segitu aku gaka ada acara.”
“Oh.”
“Emangnya kenapa?” aku balik bertanya.
“Boleh gak aku dateng kesini abis maghrib?”
“Boleh.”
“Makasih.”
“Sama-sama.” Tanpa aku sadari, senyum mengembang di wajahku yang kini memerah. Aku masih tak yakin, apa aku sedang terbangun atau sedang terapung-apung di alam mimpi? Perasaan ini tiba-tiba saja terasa seakan terbang, melejit, melompat, menari, dan mendendangkan balada merdu, indah, penuh cinta, beserta berjuta perasaan yang aneh menyertai kejadian ini. Sekali lagi, tak sekalipun aku berani memimpikan hal ini.
“Hmmm.. ngomong-ngomong aku ada bimbel bentar lagi. Gak apa-apa kalo aku pulang sekarang?”
“Oh.. gak apa-apa kok.”
“Kalo gitu, aku mau pamit dulu deh. Ibu kamu mana?”
“Bentar.” Aku segera menuju ruang keluarga. Kutemui mama dan memberitahunya bahwa Bintang ingin pamit pulang.
Mama menuju ruang tamu dengan aku berjalan di belakangnya.
“Tante, saya pulang dulu.”
“Loh kok buru-buru?”
“Iya tante ada bimbel. Jadi sekarang mau pamit aja.”
“Oh, ya hati-hati di jalan iya?”
“Iya tante, Rin, assalamualaikum.” Katanya sambil menuju pintu keluar.
“Waalaikumsalam.” Jawab mama dan aku hampir berbarengan.
Kini mama kembali menuju kedalam, dan aku menuju ke arah gerbang, membukanya, dan membiarkan Bintang keluar melewatiku dengan mengendarai motornya. Ketika telah melewati gerbang, dia mengerem motornya, menoleh kearahku.
“Sampai ketemu besok di sekolah, Rin.”
“Iya.” Sahutku. Tentu saja besok masih hari Jumat.
“Dah.” Katanya seraya melambaikan tangan dan mulai memutar gas.
“Dadah.” Jawabku sambil melambaikan tanganku. Lalu aku menutup gerbang dan masuk ke dalam rumah. Hari ini sungguh hari yang menyenangkan dan tak terduga segala sesuatunya.
***
Hari ini aku benar-benar senang.. “Oh.. semoga kebahagiaan ini tak akan pernah berakhir..” Aku bergumam kepada langit-langit kamarku. Sore ini terasa begitu sejuk dan menenangkan. Sesaat aku terpejam dalam kedamaian, hingga adzan magrib berkumandang. Aku terbangun, menunaikan kewajiban beribadah, membantu mama menyiapkan makan malam, makan malam bersama keluarga, lalu kembali ke kamar untuk belajar dan mengerjakan pr, kemudian kembali merebahkan diri diatas tempat tidur hingga terlelap, lalu terbangun di pagi hari Jumat yang dingin.
-to be continued-
Original created by Noona Luna (kucingselam)