Original created by Noona Luna (kucingselam)
“Sabtu pagi yang
indah...” gumamku ketika kutatap langit dan jalan bercabang yang dapat jelas
terlihat dari jendela kamarku yang berada di lantai dua ini. Teringat sesuatu
yang masih begitu lekat dalam ingatanku bahwa hari ini Bintang akan datang.
“Tapi masih nanti malem, Rin!” gumamku lagi pada bayanganku yang terpantul oleh
jendela kamar yang kubuka. Pikiran-pikiran lain mulai merasuki otakku.. aku
berpikir lagi, ‘apa dia serius dengan ucapannya tempo hari padaku? Atau malah nanti
sore tiba-tiba dia menelponku dan meminta maaf karena dia ada urusan
lain...urusan keluarga mungkin.’ Oh..pikiran-pikiran itu terus menghantuiku.
Kemudian aku melihat seekor burung kecil melintas lalu bertengger di ranting
pohon sebelah jendela kamarku dan mulai berkicau riang. “Burung kecil, tahukah
kau? Aku siap-siap dari pagi buta, bangun dinihari untuk solat tahajud,
kemudian tak bisa tertidur lagi, lalu mendengarkan musik hingga subuh, solat,
lalu mandi. Seakan-akan Bintang akan memberi kejutan dengan datang pagi-pagi
kerumahku. Padahal sudah jelas dia berjanji baru akan datang nanti malam.
Betapa tak sabarnya aku, ya burung kecil?” selesai menggumamkan kegundahan
hatiku itu, aku hanya mendengar kicauan burung kecil tadi sebagai jawaban dan
sesaat kemudian dia terbang tinggi ke langit biru di hadapanku yang membentang
luas. Tiba-tiba angin semilir melewati rambut panjangku yang sedikit lembab
sisa cuci rambut tadi subuh, dan entah mengapa mataku kini menjadi amat berat.
Angin sepoi yang segar berselimut sinar mentari pagi yang hangat, membuatku
menguap beberapa kali dan memaksaku berbaring diatas tempat tidur kemudian
terlelap dibawah tempaan sinar yang meninakbobokan aku di pagi ini.
***
“Rin, kamu
dicariin sama Bintang.” Kata seorang cewek yang enggak aku tahu siapa namanya.
“Bintang-nya
dimana sekarang?” tanyaku pada cewek itu.
“Tadi sih ada di
seberang sekolah.” Jawabnya, lalu dengan cepat aku berlari menuju gerbang
sekolah dan aku dapati sosok Bintang disebrang jalan.
Diseberang sana
kudapati Bintang sedang berbicara dengan seorang cewek, sepertinya seumuran
dengan kami. Aku terdiam memperhatikannya, tiba-tiba cewek itu memalingkan
wajahnya dari Bintang, cewek putih itu hendak menyebrang meninggalkan Bintang
yang berusaha meraih tangan putihnya untuk menghentikannya. Tak pernah aku
melihat wajah Bintang seserius itu dan yang membuat aku begitu berguncang
adalah, tatapannya kepada cewek itu.. syarat akan tatapan penuh cinta.
Ternyata Bintang
tak bisa menangkap lengan cewek itu, dan aku hanya terdiam disini menyaksikan
sesuatu yang tak pernah aku kira. Bintang mengejar cewek yang sama sekali belum
pernah aku lihat.
“Apa itu
ceweknya Bintang yang dulu pernah Bintang bilang ke aku?” tanyaku dalam hati.
Cewek itu dengan
berlari dengan licah, melewatiku, namun tiba-tiba..
“Ckiiiit....
braakk” sebuah mobil yang melaju kencang menabrak seseorang yang tengah berlari
dari sebrang sana.
“Bintanggg...!”
jeritku kencang hingga membuat semua anak-anak yang berkumpul didepan warung
yang berada didepan sekolah gempar dan berlarian menuju kearah tkp, seketika
itu aku segera berlari kearah Bintang yang tergeletak didepan mobil yang telah
menghentikan lajunya. Tak terasa airmata mengalir dengan sangat deras membasahi
seluruh wajahku. Aku melihat banyak darah mengucur keluar dari pelipis, tangan
dan kaki Bintang yang terluka. “Please, Bintang jangan mati dulu.” Pekikku
dengan suara yang tercekat.
“De, temennya
dibawa kerumah sakit aja sekarang. Pake mobil saya. Ayo!” Kata lelaki
berpakaian rapi yang turun dari mobil yang telah menabrak Bintang tadi.
Anak-anak genk
depan sekolah segera membantu mengangkat Bintang kedalam mobil. Akupun ikut
naik ke mobil tersebut dan menekan pelipis Bintang yang terluka agar darah yang
keluar tidak sebanyak tadi. Didalam mobil aku tak kuasa menahan air mata yang
terus mengalir dari mataku. Aku pandangi Bintang yang kepalanya berada
dipangkuanku, aku tak peduli lagi meski noda darahnya ini tak bisa hilang dari
seragamku, yang aku pikirkan sekarang hanyalah keselamatannya. Aku hanya ingin melihatnya
kembali tersenyum meski senyum itu bukan untukku.
Tiba juga aku di
rumah sakit terdekat, R.S.Boromeus. Kemudian dengan segera, beberapa perawat
membawanya ke ruang UGD. Aku mengikutinya hingga terhenti sampai didepan pintu
bertuliskan UGD karena tidak seorang suster atau perawatpun yang memperbolehkan
aku menemani Bintang didalam. Dengan pasrah dan perasaan yang berkecamuk, aku
berjalan gontai, dan tak menyadari tubuhku yang melemas telah menabrak dinding
rumah sakit disampingku, lalu terduduk lemas dilantai rumah sakit.
“Rin, ayo jangan
duduk di sini, ya?” Sebentuk jemari tiba-tiba menggenggam tanganku dan
menuntunku untuk duduk di kursi-kursi rumah sakit yang berjajar enam-enam.
“Alan, kok ada
disini?” tanyaku ketika menyadari Alan-lah yang membawaku ke kursi ini dalam
keadaanku yang kacau.
“Tadi Alan
nyusul pake motor. Gak mungkin aku ngebiarin temen aku luka parah dan gak jelas
kabarnya. Aku kira, kamu cuma bakal nganterin Bintang sampe dia masuk UGD
aja...”
“Aku gak mungkin
ninggalin Bintang sendirian, Lan. Apalagi dalam keadaan kayak gini!”
“Oiya, Alan
harusnya tahu itu!” gumamnya menunduk.
“....mmmmmhhikss...hikssss...”
aku tak bisa lagi menahan isak yang kutahan dari tadi.
“Udah dong, Rin!
Jangan nangis, ya?” pinta Alan sambil menghapus air mataku yang terus mengucur.
“Lan, aku
gak...hikss..hiks.. gak mau terjadi yang enggak-enggak sama
Binn...hikss..tang... Aku g...hiks-hiks..g..gak mau kalo nantinya aku gak bisa
hikss.. ngeliat Bintang lagiiiii!” isakku sendu. Dan Alan membiarkan aku
bersandar lemah dipundaknya perlahan aku rasakan rangkulan tangannya ia
lingkarkan kepundakku kemudian dia mulai mengusap-usap kepalaku, dia berusaha
menenangkan aku yang kini menggigil karena tak henti-hentinya menangis.
-to be continued-
Original created by Noona Luna (kucingselam)